Hari ini tanggal 1 September adalah hari Mitigasi Bencana, Disaster Prevention Day atau bahasa Jepangnya Bousai no Hi 防災の日. Mengapa ditetapkan tanggal 1 September? Karena pada tanggal ini di tahun 1923 pukul 11:58 siang telah terjadi Gempa bumi besar Kanto yang banyak menelan korban 142.500 korban meninggal/hilang.
Sudah pernahkah teman-teman mengikuti 避難訓練 ひなんくんれん hinan kunren atau latihan-latihan mitigasi bencana? Memang selama pandemi tidak ada, ya. Padahal bencana itu bisa terjadi sewaktu-waktu. Saya ingat waktu mengikuti latihan bencana di sebuah universitas. Saya sebagai dosen, begitu terdengar alarm, harus mengumumkan: “Ayo, berlindung di bawah meja!”. Lalu memerintahkan mahasiswa untuk mengikutiku, menuruni lantai 3 ke tempat pengungsian yang sudah ditetapkan, yaitu lapangan di sebelah gedung 10. Sebagai tanda “terima kasih” kami menerima nasi dan biskuit tahan lama yang bisa disimpan 6 bulan. Tapi yang sempat membuat saya tertegun waktu mendengar dari kepala pelatihan yang mengatakan bahwa sebetulnya setelah latihan mengungsi ini, ada beberapa acara yang dilakukan di depan kampus, termasuk latihan pemadam kebakaran dan pengungsian dalam ruangan berasap (tahun lalu saya pernah ikut ruangan berasap ini). TETAPI ternyata semua unit pemadam kebakaran yang sedianya dipakai untuk latihan di universitas, dipanggil karena ada kebakaran sungguhan yang cukup besar sehingga semua unit dipanggil. Nah, kan. Bencana bisa terjadi setiap saat.
Biasanya untuk anak SD/SMP ada latihan bersama setiap bulan, bersama guru dan kepala sekolah. Saat itu ibu-ibunya tidak bisa ikut, tapi ada latihan yang namanya 引き渡し訓練 ひきわたしくんれん Hikiwatashikunren. Latihan penyerahan anak (dari pihak sekolah) kepada orang tua. Orang tua diharapkan (tidak wajib, sih) menjemput anaknya masing-masing. Saat itu kami orang tua harus menyebutkan nama murid dan hubungan apa (ibu/bapak/nenek/kakek) dengan sang anak. Ini supaya guru tidak menyerahkan pada orang yang salah, atau bisa menjawab jika ditanya anak ini dijemput siapa.
Satu lagi pengalaman saya mengikuti latihan di SMP. Karena saya sekretaris PTA waktu itu, wajib ikut dan membantu sekolah dalam latihan tersebut. Tugas kami adalah memasak nasi Alpha アルファ米 Alfamai. Nasi Alpha ini cukup diberi air panas dan ditunggu 15 menit, jadi! Saya pernah punya ukurannya kecil, ukuran 1 orang. Ternyata ada yang ukuran besar, untuk dapur umum. Satu kantung besar 50-60 orang. Karena kami ada 4 kelompok jadi waktu itu membuat nasi untuk 300 orang! Kantung besar itu diletakkan dalam satu kardus besar. Setelah nasi itu jadi, kami masukkan dalam plastik untuk dibagikan.
Nah, waktu membuat nasi Alpha ini, ada satu yang saya perhatikan. Waktu membuka kardus ada plastik alumunium berisi beras. Dan di dalam kardus itu tersedia pula sarung tangan plastik, plastik untuk pembagian nasi, sendok kecil, karet gelang untuk menutup plastik, dan yang menakjubkan ada juga GUNTING DARI KERTAS. Gunting itu cukup memadai untuk membuka plastik itu. Hebat ya, orang Jepang itu memikirkan semuanya sampai ke detail begitu. Bayangkan kalau dalam bencana mau buka plastik tapi tidak bisa. Sampai ke situ loh dipikirkan, dibayangkan dalam simulasi.
Tinggal di Jepang berpuluh tahun memang membuat saya juga memikirkan banyak hal. Jika ingin mengadakan kegiatan, bagaimana jika terjadi sesuatu, apakah sudah ada back upnya? Apakah siap plan A dan plan B?
Eh… kok malah melantur. Yang penting kita harus selalu mempersiapkan diri, ya.
Tentu sudah tahu apa saja yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi gempa bumi, ya.
Tulisan asli oleh: Imelda Coutrier