OBON itu apa sih? Kalau lihat tulisan kanjinya お盆 bisa terlihat ada kanji piring 皿. Obon itu adalah nampan tempat meletakkan sesuatu. Nah kenapa masa tanggal 13-16 Agustus ini disebut OBON? Rupanya merujuk pada sesaji yang diletakkan di piring dan ditaruh di depan altar Buddha. Masa khusus untuk keluarga memanggil arwah keluarga untuk pulang ke rumah (迎え火 mukaebi) , melewati waktu bercengkerama dengan anggota keluarga yang berkumpul dan pada akhirnya pada tanggal 16 mengantar sang arwah untuk pulang (送り火 okuribi).
Dalam menyambut obon ini, bagi yang “berduit” akan memanggil pendeta Buddha untuk datang ke rumah dan berdoa di depan 仏壇 Butsudan (altar buddha tempat bersemayam “jiwa” nenek moyang). Sang Pendeta berpakaian pendeta putih dengan kimono luar berwarna hitam dari bahan jala, dan dilengkapi dengan topi “caping” untuk melindungi kepala. (Saya pernah bertanya kira-kira berapa membayar pendeta datang waktu obon, dan dijawab sekitar 100.000 yen. Hmmm pantas hanya orang kaya yang tinggal di rumah besar saja yang “berani” memanggil pendeta untuk datang).
Dalam masa OBON ini, Butsudan atau altar Buddha di rumah akan dihias dengan lampion khusus, makanan persembahan seperti buah-buahan dan kue manis, selain dupa dan batang incense お香 oko, serta bunga houzuki ほうずき yang aneh karena seperti bunga kertas melembung. Saya baru tahu bahwa namanya di Indonesia adalah ceplukan.
Adapula daerah yang menghanyutkan sesajen ini ke sungai atau laut. Sesajen akan ditaruh dalam sebuah perahu kecil dan dihanyutkan bersamaan dengan lilin. Konon ini mendoakan mereka yang kehilangan nyawanya ditelan air dan ombak.
Tetapi ini adalah tradisi yang lambat laun menghilang. Bagi warga jepang modern sekarang OBON disambut gembira karena bisa meliburkan diri dari kesibukan pekerjaan dan terik matahari. Memang pertengahan Agustus itu merupakan puncak panas-panasnya udara di Jepang. Bagi yang tidak mempunyai 仏壇 Butsudan (karena bukan anak pertama) maka cukup melakukan ziarah, nyekar ke makam keluarga, yang biasanya terletak di halaman kuil. Dan merupakan pengetahuan umum pula, bahwa makam dan kuil Buddha itu biasanya terletak di tempat yang tinggi, berbukit, dan biasanya masih banyak “hijau” pepohonan.
Bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang baru meninggal, dan sudah lewat hari ke 49 (四十九日)nya, memperingati Obon pertama yang disebut 初盆 hatsubon atau 新盆 shinbon/niibon. Di daerah-daerah, keluarga akan menerima kedatangan selain saudara juga teman-teman dekat dari yang baru meninggal, yang membawa sesuatu untuk dipersembahkan.
Pada waktu OBON ini juga biasanya diadakan tari bersama yang disebut BON Odori 盆踊り. Dengan membuat lingkaran biasanya dinyanyikan bersama “Tsukiga deta deta, tsuki ga deta ya yoi yoi……” Gerakannya mudah dan saya pernah diajari : hotte hotte mata hotte (hotte= menggali, dengan gerakan menggali kanan-kiri) katsuide katsuide sagatte (katsuide = memikul memikul mundur ), lalu tepuk tangan seperti membersihkan tangan dari pasir. Tentu gerakan BON Odori berbeda di tiap daerah, tapi yang saya pelajari disebut dengan tankobushi 炭坑節 (tari penambangan batu bara) dari daerah Shizuoka. Setiap saya menarikan Bon Odori saya pasti ingat tari Sajojo deh, tarian massal di Indonesia. Tapi sepertinya gerakannya susah ya? Soalnya saya tidak bisa mending Bon Odori deh.
Oh ya ada satu lagi yang belum saya terangkan di sini, yaitu keberadaan Terong dan Kyuri yang diberi kaki 4, yang kadang kala tidak hanya ditaruh di depan altar, tapi juga di depan rumah. Ini adalah 精霊馬 shoryouma atau kendaraan yang dipakai oleh arwah untuk datang dan pulang. Datang dengan kyuri きゅうり (melambangkan kuda) dan pulang naik terong ナス (melambangkan sapi). Maksudnya datang naik kuda supaya cepat sampai, dan pulangnya pelan-pelan saja naik sapi Yang lucu ada beberapa orang Jepang yang humoris, membuat ketimunnya bukan berbentuk kuda, tapi kapal terbang. Konon kakeknya yang meninggal adalah pilot pesawat. Atau ada juga yang berbentuk sepeda motor Harley.
Bagaimana OBON teman-teman? Saya sendiri biasanya tidak merayakan Obon dengan keluarga suami. Selain mereka tidak terlalu taat dengan aturan agama Buddha dengan mengadakan upacara di rumah (pelit juga sih ngga mau bayar pendeta Buddha ) , pertengahan Agustus si menantu yang orang Indonesia ini biasanya sedang pulang kampung sih Masak saya panggil arwah sendirian di Jakarta, dengan jangka hihihi (ayoooo siapa yang pernah main jelangkung? Saya takut jadi tidak pernah hihihi).