Apakah teman-teman pernah mendengar istilah “Digital Dementia”? Dalam bahasa Jepang, kondisi ini juga dikenal sebagai “スマホ認知症”alias demensia smartphones (demensia ponsel pintar). Istilah demensia digital ini merujuk pada penurunan fungsi otak akibat penggunaan teknologi digital secara berlebihan, seperti computer, smartphones (ponsel), dan penggunaan internet secara umum.
Penggunaan internet dan ponsel sudah tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari saat ini. Kita bisa mendapat berbagai informasi dengan mudah, dari berita politik sampai berita hiburan, dari notifikasi pesan pribadi, pekerjaan, belanja, pembayaran, tiket kereta, dsb secara praktis dalam ponsel. Tetapi, banyaknya informasi yang dikirim ke otak dari penggunaan internet atau ponsel pintar berlebihan setiap hari ternyata menyebabkan otak menjadi lelah dan tidak mampu memproses informasi yang terlalu banyak masuk ke dalam otak. Ibaratnya, otak menjadi seperti tempat pembuangan sampah informasi yang begitu banyak sehingga menyebabkan otak tidak bisa lagi memproses informasi apa saja yang seharusnya penting diingat atau dikeluarkan dalam tindakan. Terlalu lama menggunakan ponsel pintar berpotensi menghabiskan senyawa kimia serotonin yang berfungsi menstabilkan emosi, membuat perasaan bahagia, dsb.
Gejala apa yang kemudian timbul?
Tiga ciri utama gejala yang disebabkan oleh demensia digital:
1. penurunan memori, konsentrasi dan perhatian.
Orang menjadi mudah lupa, sulit mengingat dengan mudah, fokus/perhatian mudah terganggu.
2. penurunan kontrol emosi.
Fungsi lobus frontal otak untuk mengontrol emosi mengalami penurunan sehingga orang lebih sulit berpikir secara mendalam dan menyebabkan ketidakstabilan emosi.
3. penurunan kreativitas.
Bagian korteks prefrontal dapat mengalami penurunan fungsi, membuat orang lebih sulit mengasilkan ide atau inspirasi dalam berkarya.
Dalam kehidupan sehari-hari, gejala demensia digital ini bisa keluar dalam bentuk misalnya; sering lupa janji/urusan penting, lupa percakapan atau pesan yang baru saja disampaikan, sering tidak dapat mengingat nama orang atau benda, lebih sering melakukan kecerobohan, pergi ke supermarket tapi lupa apa yang perlu dibeli, dsb.
Selain itu, kebiasaan menunduk untuk membaca ponsel secara berlebihan ini juga menyebabkan bentuk postur tubuh yang cenderung membungkuk (slouched posture). Akibatnya keluar keluhan seperti leher kaku (首コリ), pundak kaku (肩こり), sakit kepala, dsb.
(Hayoo…angkat tangan siapa yang merasa sering mengalami seperti ini? )
Dampak efek jangka panjang dari adanya demensia digital ini masih dalam berbagai penelitian. Tetapi, ada hipotesis yang mengatakan paparan berlebihan layar digital (screen exposure) pada generasi Z dapat menyebabkan peningkatan demensia dini yang signifikan saat dewasa. Diperkirakan pada tahun 2060~2100, angka penyakit Alzheimer’s disease and related dementia (ADRD) akan meningkat signifikan jauh di atas perkiraan CDC (Centers for Disease Control). Dibandingkan generasi sebelumnya, rata-rata anak berusia 17~19 tahun saat ini bisa menghabiskan sektiar 6 jam sehari menggunakan perangkat digital seluler.
Apakah pemakaian ponsel kita masih termasuk wajar?
Di bawah ini saya share checklist yang bisa dijadikan refleksi pemakaian ponsel sehari-hari.
Ada total 14 pertanyaan, jika menjawab “YA” untuk 4 atau lebih pernyataan, ada indikasi sudah masuk tahap pemakaian yang berlebihan (smartphone addiction).
Lalu bagaimana kita mengatasi demensia digital ini?
Memang harus diakui, smartphones, computer, dsb sudah jadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari di era digital. Tetapi, menggunakan smartphones dengan “smart” juga penting untuk menjaga kesehatan kita sendiri dan relasi sosial dengan orang lain ya
Berikut beberapa tips yang bisa kita lakukan (rangkuman dari berbagai sumber):
· Usahakan tidak memakai ponsel hingga menjelang tidur.
· Tetapkan batas waktu pengunaan ponsel (tidak lebih dari 2 jam sehari).
· Coba meluangkan waktu bersantai tanpa menggunakan ponsel berlebihan, misalnya selama satu hari di akhir pekan. Selain itu, meluangkan waktu untuk tidak melakukan apa pun (meski hanya 5 menit sehari) ternyata dapat membantu menghilangkan kelelahan otak.
· Jika ada hal yang menarik minat, coba untuk tidak langsung mencari di internet tetapi memikirkan terlebih dahulu di kepala. Coba pergi ke toko buku dan membaca buku kertas, bukan e-book.
· Berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada ponsel dengan kombinasi kembali menggunakan cara analog. Misalnya, tuliskan hal-hal yang ingin diingat dalam catatan tulisan tangan, mencari cara pergi ke tempat baru dengan melihat peta atau rute di stasiun daripada langsung menggunakan ponsel, dsb.
· Mengganti waktu bermain ponsel dengan melakukan olahraga, atau permainan yang menyenangkan tapi juga memerlukan taktik saat berhadapan dengan lawan, seperti bulutangkis, tenis, tenis meja, atau catur. Ada penelitian yang mengatakan kebiasaan bermain catur, puzzles, crosswords (teka-teki silang), dsb dapat membantu mengurangi resiko demensia hingga 9% pada usia lanjut.
Usia 30~50 tahunan masih terlalu muda untuk mengalami demensia seperti yang biasa terjadi pada orang tua. Jadi jika merasa mengalami hal-hal seperti yang saya tulis di atas, ada baiknya yuk kita cek ulang durasi pemakaian ponsel kita
Tokyo, 22 November 2023
(WIBJ website: 04 August 2024)
#kesehatanwibj
References:
1. http://www.itokukai.or.jp/column/disease/post-5627/
2. https://toyokeizai.net/articles/-/626451
3. https://www.sankei.com/…/20230115…/
(- https://newscast.jp/news/6339365 -)
4. J Integr Neurosci. 2022 Jan 28;21(1):28. doi: 10.31083/j.jin2101028. PMID: 35164464.
5. https://kaigo-postseven.com/138527/
6. https://jamanetwork.com/journals/jamanetworkopen/fullarticle/280725
7. https://www.frontiersin.org/…/fpsyt.2021.669042/full
Terima kasih Dok Kath. Lihat smartphone overuse checklist nya, sudah melebihi 50% . Gejalanya juga sudah 2/3 dari yang ditulis di artikel. Beneran butuh digital detox ini.>.<